Bush dilempar sepatu di Irak...Sudah negara kapitalisnya mulai hancur,dilempar sepatu lagi...

REFLEKSI AKSI MAHASISWA 2008














Read More......

PENGUMUMAN


Wahai Kaum Muslimin...
Wahai para mahasiswa muslim...
Islam telah memanggil Anda untuk berjuang demi tegaknya syari'ah Islam
Jadilah anda menjadi Pejuang Islam yang handal
Bergabunglah dalam Training Pembebasan 1 untuk mewujudkannya
Marilah kita bersatu, bergerak, untuk menegakkan Idiologi Islam
Bergabunglah dengan GEMA PEMBEBASAN BATAM
Supaya anda bisa berjuang untuk Idiologi ini
Allahu Akbar...!!!

Ahad, 23 November 2008
Pukul 08.30 s.d. 16.30 WIB
Di Masjid Baitul Iman, Marina

Informasi dan pendaftaran, silahkan hubungi:
Raja Mardi (Mahasiswa Poltek Batam tingkat 1 Jurusan Elektronika D3)
HP 085668304645

Read More......

Ironi Mencari Jati Diri Perempuan


Unbreakable…demikanlah tema iklan salah satu produk shampoo terkenal di Indonesia saat ini. Semangat yang hendak ditorehkan bagi perempuan Indonesia yang tidak mudah lemah, tidak mudah patah semangat, dan tidak mudah kalah dalam kehidupan. Sebuah pesan sederhana, menyentuh, yang dilukiskan oleh seorang penyanyi terkenal dan kebetulan memiliki citra dari produk yang diluncurkan sebagai strategi bisnisnya. Disisi lain, pesan yang disampaikan lewat iklan produk shampoo yang dicitrakan buat kaum hawa, dengan model perempuan cantik berambut lurus nan anggun ini mengajak audiencenya bersikap terhadap sebuah paradigma tentang perempuan itu sendiri. Sejauhmana paradigma tentang perempuan saat ini?


Sudah menjadi hal yang umum bahwa setiap perempuan ingin tampil cantik dan menarik. Perempuan selalu diidentikkan dengan keindahan. Pandangan sebagaian masyarakat saat ini bahwasanya keindahan dan kecantikan seolah-olah yang hanya dapat membahagiakan dan berikutnya menjadi tujuan seorang perempuan hidup. Tak ayal lagi, pandangan tentang mitos kecantikan menjadi hal yang diburu oleh kaum perempuan dan hal yang dieksploitir oleh para kapitalis. Maka berlomba-lombalah para pencari keuntungan menangguk pemasukan dengan strategi pemasarannya. Hanya saja sebuah pesan yang disampaikan lewat media massa saat ini, tidak saja sekedar menyampaikan sebuah informasi tentang suatu produk yang akan ditawarkan, tetapi sisipan hiburan atau entertainment dalam penyampaian pesan tersebut justru lebih menonjol dibanding infromasi yang diinginkan. Hampir semua tayangan iklan di media massa kita dibumbui dengan citra perempuan. Hal yang sangat jauh dan bisa jadi tidak berhubungan dengan perempuan seolah dipaksakan identik dengan perempuan hanya untuk menarik perhatian khalayak. Tentunya yang menjadi ukuran dapat menarik perhatian khalayak adalah perempuan karena perempuan diidentikkan dengan kecantikan dan keindahan tersebut.

Persoalan menjadi rumit manakala sejumlah pendapat yang mengasumsikan perempuan saat ini mempunyai posisi yang tidak boleh dimarjinalkan, tidak boleh berada di ketiak kaum partiriarki atau diinjak oleh produk budaya maupun agama yang secara sengaja melumatkan harga kesetaraan yang diinginkan dalam pencapaian status sosial di masyarakat, dan sejumlah pendapat ini mengasumsikan bahwa nilai agama berhasil mengukuhkan posisi kaum patriarki l membabat daya kreativitas perempuan dalam persaingan hidup. Karenanya sejumlah pendapat ini bergeliat mencari status untuk kemudian mendapatkan status setara dalam berbagai bidang kehidupan.

Pergulatan mencapai status tersebut hampir dipastikan berkembang seiring dengan pergeseran ideologi yang mewarnai kehidupan umat manusia saat ini. Sudah menjadi rahasia umum jika kehidupan kapitalis nan sekularistik saat ini mendorong umat manusia berpikir tentang pengaturan hidup ada ditangan manusia. Ukuran kebahagiaan ada pada ukuran manusia, diantaranya ukuran tentang kesetaraan itu sendiri. Sejumlah pendapat yang mengatakan jika posisi kaum perempuan saat ini berada di marjinal sosial, maka penghalang-penghalang ukuran setara yang ada harus disingkirkan sekalipun itu bernuansa agama.

Pergerakan mencapai status ini menjadi final manakala diakomodir oleh sistem kapitalis-sekuler. Paradoks perjuangan mencapai kesetaraan lewat berbagai bidang kehidupan. Sementara hampir dalam setiap upaya tersebut justru mengeksploitir perempuan. Mulai dari tayangan yang eksplotiasi sensualitas dan kebertubuhan perempuan sampai legalitas undang-undang atas dasar azasi “prochoice” yang justru tidak melindungi perempuan.

Solusi

Ada sebuah pepatah mengatakan ”Tak kenal maka tak sayang”. Tidak mengenal hakikat kedudukan perempuan maka bisa dipastikan tidak ada rasa sayang kita, rasa peduli kita pada kaum perempuan. Ukuran untuk menilai hakikat kedudukan perempuan itu harusla bukan berasal dari manusia, sebab jika ukuran itu diserahkan pada manusia maka berpotensi untuk salah, serba lemah, dan dipengaruhi oleh lingkungan dia hidup. Mengukur kedudukan perempuan haruslah diletakkan pada yang membuat adanya kaum perempuan itu sendiri, dalam hal ini tentu Sang Khalik melalui produk hukum yang sudah dilegalkan dalam mengatur kehidupan umat manusia, yaitu sejumlah aturan agama. Islam mengajarkan kedudukan perempuan adalah sebagai ibu/anak dalam rumah tangganya (Al Umm/ Al Bintu wa rabbatul bait) dan bukan yang lain. Pada kedudukan tersebut tidaklah dikatakan perempuan hanya ada pada sektor domestik, karena dari latar belakang kesadaran kedudukan perempuan ini ketaatan yang muncul bukan bermakna keterjajahan kaum perempuan dari dominasi kaum patriarki. Munculnya keterjajahan atas kaum perempuan adalah karena ideologi kapitalis-sekuler yang merangsek keseluruh dunia dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan hingga tatanan kehidupan sebuah keluarga. Akibat sistem kapitalis, kondisi perekonomian yang timpang saat ini mendorong secara massiv kaum perempuan untuk terjun di sektor publik. Walhasil dalam ranah publik ini perempuan dipaksa bersaing dengan kaum patriarki, muncullah berbagai persoalan kemudian. Pelecehan seksual, Traficcking, prostitusi, upah rendah dan sebagainya. Akibat kehidupan sekuler, atas nama kebebasan kebertubuhan perempuan eksploitasi dan eksplorasi menjadi hal yang wajar demi mencapai nilai kebahagiaan yang notabene bersifat materi belaka. Tayangan-tayangan pornografi dan pornoaksi diperjuangkan untuk dilegalkan. Ironi sebuah pergulatan pencarian kesetaraan.

Menjadi wajar jika saat ini orang mulai melirik dan berpikir untuk mengatasi sengkarut posisi kaum perempuan dikembalikan pada nilai agama, nilai syariah dan berpikir jernih untuk membuang sistem aturan kehidupan kapitalis-sekuler dalam keranjang sampah. Beramai-ramai para pencari kesetaraan saat ini untuk kembali pada solusi agama sebagai penangkal solusi absurd tentang kesetaraan yang sudah ditinggalkan oleh para penggagasnya dua dasawarsa yang lalu. Menjadi ironi ide yang justru baru diusung oleh para penggagas kesetaraan jender di negeri ini.

Read More......

Menjadi Wanita Sholihah


Gerakan feminisme telah menimbulkan pembangkangan wanita bukan hanya kepada suaminya tapi kepada hukum-hukum Allah SWT. Atas nama kebebasan (liberal) para wanita didorong untuk membebaskan dirinya dari syariah Islam. Alih-alih gerakan jender membuat wanita lebih baik, yang terjadi malah ekploitasi wanita semakin menjadi-jadi. Dalam Islam wanita sholihah jelas yang tunduk kepada aturan Allah SWT. Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. ‘Abdullah ibn ‘Amr r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda :

«الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرً مَتَاعِهاَ اْلمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. (HR Muslim).


Anas r.a. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«مَنْ رَزَقَهُ اللهُ اِمْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَقِ اللهَ فِيْ الشَّطِرِ الثَّانِي»

Siapa saja yang telah dikaruniai Allah wanita shalihah berarti Dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam bagian yang kedua. (HR al-Hakim).

Karakter wanita shalihah kurang lebih sebagai berikut:

Pertama, menaati Allah dan suaminya. Allah Swt. berfirman:

]الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ
بِمَا حَفِظَ اللهُ[

Laki-laki adalah pemimpin wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagain harta mereka. Oleh karena itu, wanita yang shalihah adalah yang menaati Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka” (QS an-Nisa’ [4]: 3).

Sementara itu, istri Sa‘id bin al-Musayyab pernah berkata, “Tidaklah kami berbicara kepada suami kami kecuali seperti kalian berbicara kepada para pemimpin kalian, ‘Aemoga Allah memeliharamu (suamiku) dan semoga Allah memaafkahmu.” (HR Abu Nu‘aim).

Abu Hurairah juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«لَوْ كُنْتُ آمِرًا اَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْاَةَ اَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»

Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, aku pasti akan memerintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya. (HR at-Turmudzi).

Hadis ini disahihkan oleh al-Hakim dan

Ibn Hibban. Dalam riwayat Ibn Hibban ditambahkan kalimat:

«وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِي حَقَّ زّوْجِهَا»

Demi Zat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita dipandang belum menunaikan hak Tuhannya sebelum ia menunaikan hak suaminya. (HR Ibn Hibban).

Abu Umamah juga menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا اَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَتْهُ وَ إِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَ مَالِهِ»

Tidak ada sesuatu yang lebih memberikan manfaat kebaikan bagi seorang Mukmin setelah ketakwaannya kepada Allah daripada seorang istri shalihah; jika ia memerintahnya, ia menaatinya; jika ia memandangnya, ia menyenangkannya; jika ia menggilirnya, ia memuaskannya; dan jika ia meninggalkankannnya, ia akan memelihara dirinya dan harta suaminya. (HR Ibn Majah).

Sementara itu, Asma’ bin Kharijah al-Fazari pernah mengantarkan anak perempuannya kepada suaminya. Ia berkata:

Putriku, jadilah engkau di hadapan suamimu layaknya seorang budak sehingga ia menjadi ‘budak’-mu. Janganlah engkau terlalu merendahkan dirimu sehingga ia menguasaimu. Akan tetapi, jangan pula engkau terlalu menjauhinya sehingga engkau membebaninya. (HR al-Bayhaqi).

Ketika seorang Muslimah meninggal dunia, sementara suaminya meridhainya, ia pasti akan dimasukkan ke dalam surga. Dalam hal ini, Ummu Salamah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«أَيُّمَا إِمْرَأَةٍ مَاتَتْ وَ زَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ»

Wanita mana saja yang meninggal, sementara suaminya meridhainya, ia pasti masuk surga. (HR at-Tirmidzi).

Kedua, berhias untuk suaminya. Sebab, Rasulullah saw. telah bersabda (yang artinya), “Jika suaminya memandangnya, ia menyenangkannya.” (HR Ibn Majah).

Rasulullah saw. juga pernah bersabda, sebagaimana dituturkan Sa‘ad, demikian:

«فَمِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ تَرَاهَا تُعْجِبُكَ وَتُغِيْبُهَا فَتَأْمَنُهَا عَلَى نَفْسِهَا وَ مَالِكَ»

Di antara kehagiaan itu ialah istri yang jika engkau pandang, ia membuatmu takjub, dan jika engkau meninggalkannya, ia akan memelihara dirinya dan hartamu. (HR al-Hakim).

Abu Hurairah r.a. juga pernah menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya, “Wanita manakah yang paling baik?” Beliau menjawab:

«الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ»

Yaitu wanita yang menyenangkan suaminya jika suaminya memandangnya, yang menaati suaminya memerintahnya, dan yang tidak bermaksiat kepada suaminya menyangkut dirinya dan harta suaminya. (HR al-Hakim).

Ketiga, memelihara rumah, diri, dan harta suaminya. Hukum asal seorang wanita adalah sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt (sebagai ibu dan pengatur rumah tangga). Hal ini didasarkan pada hadis dari Ibn ‘Umar. Disebutkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا»

Setiap diri kalian adalah pemimpin; masing-masing kalian akan dimintai bertanggung jawab atas yang diimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin (pengurus) rumah suaminya dan anak-anaknya; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Abu Hurairah r.a. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِْبِلَ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ»

Sebaik-baik wanita yang menunggang unta adalah wanita Quraisy; ia sangat menyayangi anaknya ketika kecil dan sangat memperhatikan suaminya ketika ada di sisinya. (HR Muslim).

Keempat, membantu suaminya dalam urusan akhirat. Rasulullah saw. bersabda:

«لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ»

Hendaknya salah seorang di antara kalian mempunyai kalbu yang bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir, dan istri yang beriman yang dapat membantumu dalam urusan akhirat. (HR Ibn Majah).

‘Abdurrahman ibn Abza juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata (yang artinya, “Seorang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah seperti mahkota yang bertahtakan emas di atas kepala seorang raja. Sebaliknya, seorang wanita yang buruk bagi seorang laki-laki adalah seperti beban yang berat di pundak seorang laki-laki tua.” (HR Ibn Abu Syaibah).

Kelima, memiliki bekal agama yang baik. Ibn Majah meriwayatkan dari ‘Abdullah ibn ‘Amr ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

«لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لأَِمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ»

Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya karena kecantikannya itu akan menjadikannya berlebihan; jangan pula kalian menikahi wanita karena hartanya karena hartanya itu akan membuatnya membangkang. Nikahilah wanita atas dasar agamanya. Sesungguhnya seorang hamba sahaya perempuan yang hitam legam yang memiliki kebaikan agama adalah lebih utama. (HR Ibn Majah).

Abu Adzinah ash-Shudfi menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«خَيْرُ نِسَائِكُمْ اْلوَدُوْدُ اْلوَلُوْدُ اْلمُوَاتِيَةُ اْلمُوَاسِيَةُ إِذَا اتَّقَيَنَّ اللهَ»

Sebaik-baik istri kalian adalah yang penyayang, banyak anak (subur), suka menghibur, dan membantu jika ia bertakwa kepada Allah. (HR al-Baihaqi).

Keenam, mempergauli suaminya dengan baik untuk memelihara keridhaannya. Dalam hal ini, Asma’ binti Yazid al-Asyhaliyah menuturkan bahwa ia pernah datang kepada Nabi saw. yang sedang berkumpul bersama para sahabat. Ia kemudian berkata kepada beliau:

“Demi bapakku, Engkau, dan ibuku; wahai Rasulullah, aku adalah utusan para wanita kepadamu. Sesungguhnya belum ada seorang wanita pun, baik di timur maupun di barat, yang terdengar darinya ungkapan seperti yang akan aku ungkapkan atau belum terdengar seorang pun yang mengemukakan seperti pendapatku. Sesungguhnya Allah Swt. mengutusmu kepada laki-laki dan wanita seluruhnya hingga kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Akan tetapi, sesungguhnya kami, para wanita, terbatasi dan terkurung oleh dinding-dinding rumah kalian (para lelaki), memenuhi syahwat kalian, dan mengandung anak-anak kalian. Sesungguhnya kalian, wahai para lelaki, mempunyai kelebihan daripada kami dengan berkumpul dan berjamaah, melakukan kunjungan kepada orang sakit, menyaksikan jenazah, menunaikan ibadah haji demi ibadah haji, dan—yang lebih mulia lagi dibandingkan dengan semua itu—jihad di jalan Allah. Sesunguhnya jika salah seorang dari kalian keluar untuk menunaikan ibadah haji, menghadiri pertemuan, atau berjaga di perbatasan, kamilah yang menjaga harta kalian; yang mencucikan pakaian kalian; dan yang mengasuh anak-anak kalian. Lalu apakah adakah kemungkinan bagi kami untuk bisa menyamai kalian dalam kebaikan, wahai Rasulullah?”

Rasulullah saw. menoleh kepada para sahabat seraya berkata, “Apakah kalian mendengar perkataan wanita ini. Sungguh, adakah yang lebih baik dari apa yang diungkapkannya berkaitan dengan urusan agamanya ini?”

Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak menyangka bahwa wanita ini tertunjuki kepada perkataan tersebut.”

Rasulullah saw. lalu menoleh kepada wanita tersebut seraya bersabda, “Pergilah kepada wanita mana saja dan beritahulah mereka yang ada di belakangmu, bahwa kebaikan salah seorang di antara kalian (para wanita) dalam memperlakukan suaminya, mencari keridhaan suaminya, dan mengikuti keinginannya adalah mengalahkan semua itu.” (HR al-Baihaqi).

Mendengar sabda rasul itu, wanita itu pun pergi seraya bersuka cita. Ia kemudian menyampaikan kabar gembira itu kepada kaumnya.

Di antara kebaikan pergaulan wanita terhadap suaminya adalah ia tidak berpuasa sunnah jika suaminya berada di rumah, kecuali seizin suaminya; juga tidak mengizinkan mahram-nya berada di rumah suaminya, kecuali seizin suaminya. Abu Hurairah r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَلاَ تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ»

Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa (sunah), sedangkan suaminya berada di rumahnya, kesuali seizin suaminya; jangan pula ia mengundang seseorang ke rumah suaminya, kecuali seizin suaminya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Termasuk kebaikan pergaulan istri kepada suaminya adalah bahwa ia tidak mendirikan shalat sunnah pada malam hari, kecuali seizin suaminya. Ibn ‘Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ أَوْشَكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا»

Janganlah seorang wanita mengizinkan seseorang berada di rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya dan janganlah ia bangkit dari tempat tidurnya lalu mendirikan shalat sunnah kecuali dengan izin suaminya. (HR ath-Thabrani).

Di antara kebaikan pergaulan istri terhadap suaminya adalah keridhaannya jika suaminya memarahinya. ‘Abdullah bin ‘Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«أَلاَّ أُخْبِرُكُمْ بِِِِنِسِائِكُمْ مِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ اْلوَدُوْدُ اْلوَلُوْدُ اْلعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِيْ إِذَا آذَت أَوِ أُوْذِيَتْ جَاءَتْ حَتَّى تَأْخُذَ بِيَدِ زَوْجِهَا ثُمَّ تَقُوْلُ وَاللهِ لاَ أَذُوْقُ غَمِضاً حَتَّى تَرْضَى»

Ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak (subur), dan banyak memberikan manfaat kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata, “Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaikuku). (HR al-Baihqai).

Semua sifat di atas adalah sifat-sifat yang seharusnya menjadi sifat para wanita.

Sebaliknya, ada sifat-sifat yang justru harus dijauhi oleh para wanita, di antaranya:

Pertama, jangan menyusahkan atau menyakiti suaminya. Mu‘adz bin Jabal menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«لاَ تُؤَذِّي اِمْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِيْ الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ اْلحُوْرِ اْلعِيْنِ لاَ تُؤَذِّيْهِ قاَتَلَكِ اللهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا»

Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istri-istri suaminya dari para bidadari surga berkata, “Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah mencelakakanmu. Sesungguhnya bagimu akan segera datang tamu kematian yang akan memisahkanmu dengan suamimu dan mengembalikannya kepada kami.” (HR at-Tirmidzi).

Kedua, hendaknya tidak mengadukan suaminya atau tidak banyak menuntut suaminya. Sa‘id ibn al-Musayab menuturkan bahwa seorang anak perempuan pernah datang kepada Nabi saw. dan mengadukan suaminya. Nabi saw. kemudian bersabda (yang artinya), “Kembalilah engkau. Sungguh, aku tidak menyukai wanita menyeret ekornya mengadukan suaminya.” (HR Sa‘id bin al-Musayyab).

Ketiga, hendaknya tidak banyak keluar rumah. Berdiam di rumah bagi seorang wanita lebih baik daripada ia keluar dari rumah. Kesibukannya di dapur (menyiapkan makanan untuk suami keluarganya), aktivitasnya mengasuh anak, atau kegiatannya mencuci adalah lebih mulia daripada kepergiannya ke luar rumah dan berada di jalan-jalan, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat umum yang berdesak-desakan dan bercampur dengan para lelaki.

Sifat-sifat itulah sifat yang harus dijauhi oleh para wanita. Sementara itu, sifat-sifat yang dikemukan sebelumnya adalah perhiasan bagi mereka. Oleh karena itu, hendaklah para wanita menghiasi diri mereka dengan sifat-sifat tersebut. Dengan begitu, para wanita akan kembali ke jalan wanita-wanita Mukmin terdahulu; yakni para wanita yang benar, yang menjadi para shahabiyah Rasululah saw. Mereka akan berada di sisi kaum Mukmin yang benar yang semuanya dikomentari oleh Allah dalam firman-Nya:

]لِيُدْخِلَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَيُكَفِّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَكَانَ ذَلِكَ عِنْدَ اللَّهِ فَوْزًا عَظِيمًا[

Allah pasti akan memasukkan Mukmin laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah pun menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Yang demikian itu sesunguhnya di sisi Allah merupakan keberuntungaan yang besar. (QS al-Fath [48]: 5). [sumber alwaie arab]

Read More......

Frustasi Tak Akan Mengubah Apapun


Mendung gelap frustasi (keputusasaan) sedang melingkupi kehidupan sebagian kaum Muslim. Mereka merasa bahwa realitas tempat hidup mereka tidak dapat dielakkan, tidak ada jalan keluarnya, dan tidak mungkin bisa diubah sesuai dengan apa yang mereka yakini. Bahkan frustasi itu juga telah meliputi sebagian para penggerak perubahan yang benar. Mereka merasa bahwa perkaranya telah keluar dari batas kuasa dan kehendak mereka.


Faktor Penyebab Munculnya Frustasi

Sikap frustasi yang melingkupi sebagian kaum Muslim dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya:

Pertama, meluasnya kerusakan dan terasingnya agama. Hal itu menjadi sangat serius akibat runtuhnya Daulah Khilafah. Kemungkaran menjadi sesuatu yang biasa dan tampak menonjol di negeri-negeri Muslim. Di bawah pemerintahan sistem kufur di negeri-negeri Muslim, pada sebagian besar medan kehidupan, kemakrufan bahkan dianggap mungkar, dan kemungkaran dianggap sebagai makruf. Nabi saw. telah mengabarkan kondisi agama seperti ini dengan sabdanya:

«إِنّ اْلإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيْباً وَسَيَعُوْدُ غَرِيْباً كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ»

Agama ini (Islam) pada awalnya adalah sesuatu yang (dianggap) asing dan akan kembali (dianggap) asing sebagaimana awalnya. Karena itu, berbahagialah orang-orang yang terasing. (HR at-Tirmidzi).

Kedua, adanya berbagai kesulitan dalam melakukan perubahan dan lambannya pergerakan perubahan itu dalam pandangan mereka yang frustasi. Dalam pandangan mereka yang frustasi, masa depan tidak akan memunculkan harapan nasib yang baik.

Ketiga, adanya berbagai tantangan baru. Di bawah era globalisasi dan dunia yang semakin terbuka, karakteristik -karakteristik masyarakat akan lenyap. Kemungkinan masyarakat untuk tetap menjaga pengaruhnya terhadap anak-keturunannya akan semakin lemah, khususnya dalam kondisi ketika Daulah Islam telah lenyap, dan akan menjadi terbatas di bawah ombak yang menghanyutkan dari serangan yang bersifat internasional.

Keempat, adanya perbedaan antara kekuatan dan kemampuan yang ada dalam aktivitas perubahan total (taghyîr). Betapapun demikian, kita dapat mengelompokkannya dalam dua kutub: (1) kekuatan para pengemban dakwah yang ingin mengembalikan umat pada akar konsep dan metode syar‘i-nya; (2) kekuatan kekufuran yang ingin menjerumuskan umat ke arah kerusakan. Faktanya, kekuatan kufur yang mendorong masyarakat pada kerusakan lebih besar dan lebih banyak menguasai kemampuan. Sebaliknya, kekuatan para pengemban dakwah yang ingin menarik dan mengikat umat pada akar Islam serta ingin mengembalikan kemuliaan dan keagungan mereka adalah lebih rendah. Perbedaan yang sangat besar inilah yang menggiring mereka yang frustasi itu melupakan kebenaran bahwa pertolongan Allah (nashr Allâh) adalah sekutu bagi pengemban kebenaran, sekalipun jumlah mereka sedikit.

Kelima, metode berpikir dan omongan manusia. Metode berpikir mereka, yakni orang-orang yang frustasi, selalu melihat sisi kezaliman dan keburukan semata. Adapun omongan mereka biasanya bersifat kritik dan memprediksi kesialan. Bahkan deskripsi positif mereka ubah menjadi deskripsi negatif.

Itulah beberapa faktor yang mengantarkan pada sikap frustasi pada sebagian kalangan. Ini adalah perkara yang masih rendah jika melanda masyarakat awam. Akan tetapi, masalahnya, gejala frustasi ini telah menerobos dan merasuki kelompok mereka yang sedang ditungu untuk bergabung dalam aktivitas perubahan total (taghyîr); telah meliputi dan menguasai sebagian orang yang justru menjadi tumpuan harapan umat akan perubahan total.

Dampak Frustasi

Sesungguhnya ‘pohon frustasi’ itu hanya akan menghasilkan buah yang pahit. Di antara buah pahit frustasi itu adalah:

Pertama, frustasi tidak mungkin mengubah apapun. Rasa frustasi tidak akan mendorong orang untuk berbuat, menggerakkan orang yang diam, ataupun membangkitkan keinginan. Bahkan frustasi itu hanya akan membuat pengidapnya hanya menunggu akhir yang menyedihkan: ia tidak akan berbuat apapun; tidak akan berpikir, berusaha mensiasati, dan hanya akan terus menunggu kematian dan kesudahan.

Kedua, frustasi akan mengendurkan orang-orang di sekitarnya dan tidak menghentikan bahaya atas dirinya. Orang yang frustasi selamanya akan berbicara dengan orang lain dengan sejumlah ungkapan semisal, “Tidak ada harapan lagi,” “Perkaranya lebih besar daripada apa yang Anda bayangkan, jadi Anda jangan terlalu menyibukkan diri dengan perkara semisal itu,” “Pikirkanlah urusan diri Anda sendiri,” dll.

Ketiga, frustasi akan melahirkan pola pikir (‘aqliyyah) memahami berbagai peristiwa secara keliru yang akan berdampak pada pola jiwa (nafsiyyah) pengidap rasa frustasi itu. Frustasi biasanya akan mendorong pengidapnya membayangkan suatu bahaya yang pada dasarnya belum tentu akan terjadi; menganggap mimpi sebagai realitas yang terindera. Ini terkait apa yang tidak terjadi. Adapun terhadap peristiwa yang terjadi, frustasi akan membuat pengidapnya tidak lagi memandang peristiwa sebagaimana adanya (obyektif). Jika Anda menyampaikan berita-berita mengenai kemajuan dakwah, Anda akan melihat dia meremehkan berita itu, dan meragukan kebenarannya.

Keempat, frustasi akan membuat pengidapnya selalu melihat pada aspek negatif dan membesar-besarkannya. Orang-orang frustasi itu selamanya akan memandang sisi gelap ini dan menyebarkannya. Sebaliknya, mereka akan menyurutkan aspek positif sekaligus meremehkan dan mengecilkan artinya.

Bagaimana agar Kita Bebas dari Frustasi?

Pertama, kita harus memahami bahwa frustasi itu tercela secara syar‘i maupun menurut akal sehat kita. Menurut akal sehat, bagaimanapun buruknya realitas yang ada, suatu aktivitas perubahan pastilah meninggalkan pengaruh. Adapun secara syar‘i, frustasi tidak dinyatakan di dalam nash syariat kecuali dalam posisi tercela; apalagi jika frustasi itu sampai pada tingkat berputus asa dari rahmat Allah, itu termasuk sifat orang kafir. Allah Swt. berfirman:

]إِنَّهُ لاَ يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ[

Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir. (QS Yusuf [12]: 87).

Satu hal penting, kita harus memahami bahwa frustasi (putus asa) tidak mungkin mendorong kemajuan. Kita memang harus memahami betapa buruknya realitas kita saat ini, baik realita individu atau realita umat; juga memahami seberapa jauh tantangan yang akan kita hadapi, seberapa jauh bahayanya, dan seberapa jauh penyimpangan yang menimpa umat. Akan tetapi, pemahaman itu tidak boleh melampaui batasnya, karena hal itu tidak mungkin mendorong kita untuk berbuat, malah justru akan membuat kita diam saja dan menyerah.

Kedua, seimbang dalam kritik. Sesungguhnya kritik itu harus bersifat obyektif dan seimbang. Ketika kita menyampaikan kritik dan melewati batasnya, maka hal itu akan mengantarkan pada frustasi. Ketika seseorang yang meminum khamr di datangkan ke hadapan Nabi saw., dan beliau mencambuknyanya, ada seorang laki-laki yang mencaci orang itu. Nabi saw. kemudian bersabda:

«لاَ تَعِيْنُوْا عَلَيْهِ الشَّيْطَانَ»

Jangan kalian membantu setan menguasainya. (HR al-Bukhari).

Sanksi yang layak telah diterimanya, yaitu hukuman cambuk. Ketika mereka (orang-orang) mencaci, mencela, dan melaknatnya, maka hal itu akan membuat setan lebih mencengkeramnya. Ini terkait dengan individu.

Adapun berkaitan dengan umat, Nabi saw. juga telah melarang kita melampaui hal itu. Nabi saw. pernah bersabda:

«إِذَا قَالَ الرَّجُلُ هَلَكَ النَّاسُ فَهُوَ أَهْلَكَهُمْ»

Jika seorang laki-laki berkata, “Celakalah manusia,” maka ia telah mencelakakan mereka. (HR Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad).

Berkaitan dengan hadis di atas, Imam al-Khathabi berkata, yakni ia telah menambah buruk kondisi mereka. Bahkan hal itu sering mengantarkan dirinya pada kebanggaan akan diri sendiri dan pandangan bahwa ia lebih baik daripada mereka.

Ketiga, memahami kebenaran bahwa Allah Swt. tidak membebani kewajiban kepada kita kecuali sebatas apa yang kita mampu. Allah tidak menetapkan tujuan/target yang mustahil kita capai. Apalagi Allah Swt. telah memuliakan kita dengan tugas mengemban risalah terakhir dan mewakilkan kepada kita tanggung jawab kepemimpinan umat manusia untuk membawa mereka pada petunjuk. Ini saja sebenarnya cukup untuk mengatasi rasa frustasi.

Keempat, memahami nash syariat yang menunjukkan akan dimenangkannya Islam. Allah Swt., misalnya, berfirman:

]وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ[

Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang Mukmin. (QS ar-Rum [30]: 47).

]إِنْ تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ[

Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian. (QS Muhammad [47]: 7).

]وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ[

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. (QS an-Nur [24]: 55).

Di dalam as-Sunnah, kita juga akan menjumpai banyak sekali janji itu. Nabi saw., antara lain, pernah bersabda:

«لَيَبْلُغُنَّ هَذَا اْلأَمْرُ مَا بَلَغَ اللَّيِلَ وَالنَّهَارَ وَلاَ يَتْرُكُ اللهُ بَيْتَ مَدَرٍ وَلاَ وَبَرٍ إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللهُ هَذَا الدِّيْنَ»

Sungguh, urusan ini (dakwah Islam) pasti akan sampai (ke seluruh alam) sebagaimana sampainya siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun, baik di tengah penduduk kota maupun di tengah penduduk kampung, kecuali agama ini masuk ke dalamnya. (HR Ahmad).

Pemahaman terhadap nash-nash di atas dan semacamnya sejatinya akan menghilangkan rasa frustasi.

Kelima, memahami bahwa mengatasi frustasi merupakan metode untuk sampai pada solusi, dan bahwa harapan/pertolongan selamanya akan datang setelah datangnya berbagai kesulitan. Hal itu sesuai dengan firman Allah Swt.:

]حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا[

Hingga jika para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka pertolongan Kami. (QS Yusuf [12]: 110).

Keenam, memahami bahwa berbagai peristiwa yang lahiriahnya buruk sejatinya sering merupakan kebaikan. Allah Swt. berfirman:

]فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئَاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثيراً[

Mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS an-Nisa' [4]: 19).

Pada peristiwa Hijrah, Nabi saw. melaksanakan sebab-sebab fisikal. Beliau bersama sahabatnya, Abu Bakr, bersembunyi di Gua Tsur, lalu keduanya pergi melanjutkan perjalanan. Kemudian Suraqah berhasil menyusul keduanya hingga mendekati mereka. Orang yang membaca peristiwa itu saat ini, yang menjalani hidupnya dan limbung, maka yang langsung terlintas dalam benaknya adalah bahwa bahaya itu akan terjadi. Keguncangan dan kekhawatiran terhadap keselamatan Nabi saw. juga menimpa Abu Bakar. Adapun Nabi saw, beliau memandang peristiwa itu dengan diterangi cahaya Ilahi. Tiba-tiba, kaki-kaki kuda Suraqah terjerembab, dan Nabi saw. memang mendoakan demikian. Peristiwa ini pada awalnya tampak sebagai peristiwa buruk, tetapi berubah menjadi sebab pertolongan kepada Nabi saw. dan sahabatnya.

Orang-orang yang optimis adalah mereka yang di tengah peristiwa-peristiwa itu mencari berita gembira. Mereka bukanlah orang-orang yang dikuasai rasa frustasi dan kelemahan. Ketika kita menghidupkan ruh optimis, maka peristiwa-peristiwa yang menghadang kita harus kita perlakukan secara seimbang. Benar, kita hidup di alam angan-angan (harapan), dan kita tidak melupakan bahaya-bahaya yang mungkin muncul. Akan tetapi, jika kita menghendaki perubahan total (taghyîr), maka hendaknya kita mencari aspek-aspek dan celah-celah yang darinya kita mungkin bertolak ke arah perubahan total hingga sampai pada tujuan yang kita maksud.

Di sini kami ingin memberikan satu contoh. Ketika Imam Ahmad ra. dibawa untuk dicambuk dalam peristiwa fitnah yang menimpa beliau, dan beliau dimasukkan ke dalam penjara bersama dengan para pencuri dan pembegal jalanan, salah seorang dari mereka menghentikan beliau dan berkata, “Apakah Anda mengenal saya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Lalu orang itu menceritakan kepada beliau pencurian dan pembegalan yang sering ia lakukan. Ia kemudian berkata, “Aku telah dicambuk sekian kali dalam sejumlah kasus pencurian, dan itu tidak membuatku kapok untuk mencuri. Adapun Anda, Anda dicambuk karena kebenaran. Karena itu, Anda lebih utama daripada saya untuk tetap teguh di atas kebenaran itu.”

Ketujuh, mengambil pelajaran dari sejarah. Ketika kita membaca sejarah, kita akan menjumpai bahwa jalan keluar itu selalu datang setelah kesempitan dan kesusahan. Di dalam Sirah Nabi saw. banyak terdapat contoh. Di antaranya:

1. Peristiwa Hijrah. Kaum musyrik benar-benar telah mengepung rumah Nabi saw. hingga beliau tidak tidur di rumah beliau dan keluar bersama sahabat beliau ke Gua Tsur untuk bersembunyi, lalu keluar ke Madinah melalui jalan yang tidak biasanya. Kaum musyrik telah mengerahkan kekuatan mereka untuk mendapatkan Nabi saw. dan sabahatnya, hidup atau mati. Saat itu keadaannya telah sampai pada kesulitan luar biasa. Apa yang terjadi kemudian? Kaum Muslim merasa tenang, mereka berhasil mendirikan negara, serta membangun masjid dan melaksanakan shalat dengan penuh ketenteraman.

2. Peristiwa Perang Ahzab datang setelah kesedihan menimpa kaum Muslim akibat kekalahan pada Perang Uhud. Kaum Quraisy ingin menumpas habis kaum Muslim. Mereka lalu membangun pasukan besar. Ribuan pasukan yang terdiri dari Quraisy dan sekutunya datang dan mengepung Madinah. Pada saat yang sama, kaum Yahudi menyerang dari arah belakang kaum Muslim. Akan tetapi, Allah Swt. kemudian memberikan pertolongan-Nya kepada kaum Mukmin. Allah Swt. menggambarkan kondisi ini:

]يَا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ ريِحاً وَجُنُوداً لَمْ تَرَوْها[

Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepada kalian ketika datang kepada kalian pasukan, lalu Kami mengirimkan kepada mereka angin topan dan pasukan yang tidak dapat kalian lihat. (QS al-Ahzab [33]: 9-11).

3. Perdamaian Hudaibiyah dan syarat-syaratnya telah membuat sebagian sahabat merasa sempit. Akan tetapi, kebaikan perjanjian damai itu baru tampak jelas dalam kisah Abu Bashir dan dalam berubahnya Perdamaian Hudaibiyah itu menjadi pembuka jalan bagi Penaklukan Makkah (Fath Makkah).

4. Nabi saw. wafat dan musibah menimpa kaum Muslim. Kabilah-kabilah Arab murtad keluar dari Islam. Tidak tersisa kecuali Madinah, Makkah, Thaif, dan orang-orang yang benar di sekitar mereka. Bahkan sekelompok dari mereka merasa frustasi. Kemudian Allah memberikan jalan keluar. Dalam masa dua tahun beberapa bulan Kekhilafahan Abu Bakar, seluruh jazirah Arab telah tunduk, dan orang-orang yang murtad telah kembali kepada Islam. Kemudian mulailah terjadi penaklukan atas Persia dan Romawi.

Inilah contoh-contoh yang dimiliki umat ini. Pembacaan terhadap sejarah ini akan memberikan banyak pelajaran dan ‘ibrah kepada kita, bahwa Allah Swt. pasti akan selalu menolong Islam dan para pejuangnya yang lurus dan ikhlas.

Ya Allah, kami memohon perlindungan kepada-Mu dari rasa frustasi (putus asa) terhadap rahmat dan karunia-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Mendengar dan Maha Menjawab Doa. []

Read More......

Ambiguitas Feminisme; Antara Fakta dan Klaim


Ada di antara kaum Muslim/Muslimah yang percaya bahwa feminisme merupakan solusi untuk mengatasi subordinasi perempuan oleh laki-laki akibat ketidaksetaraan jender. Bagaimana Islam memandang feminisme? Telaah Kitab kali ini membahas sebagian gagasan di seputar feminisme dalam buku yang berjudul, Perempuan, Feminisme, dan Islam karya Ismail Adam Patel syabab Hizbut Tahrir Inggris.


Ragam Aliran Feminisme dan Definisinya

Kita perlu memahami gerakan feminisme, mengingat gerakan tersebut menyatakan dirinya berjuang untuk mewujudkan emansipasi dan kesejahteraan kaum perempuan pada masa sekarang ini. Gerakan feminisme sendiri mempunyai banyak aliran. Di antaranya:

Pertama, gerakan feminisme Marxis (sosialis). Doktrinnya, setiap perempuan, baik dari kalangan proletar maupun borjuis, harus memahami bahwa penindasan terhadap kaum perempuan bukan semata-mata karena perbuatan sengaja individu-individu, tetapi lebih merupakan produk struktur politik, sosial, dan ekonomi yang disebabkan oleh Kapitalisme.

Kedua, feminisme liberal. Paham ini berjuang untuk menghapuskan berbagai perbedaan seksual sebagai langkah awal menuju kesetaraan sejati. Gerakan ini meyakini, untuk mewujudkan kedudukan yang setara antara kaum laki-laki dan perempuan maka segala bentuk stereotip trentang peran sosial bagi laki-laki dan perempuan harus dihapuskan.

Ketiga, feminisme radikal. The New York Feminist Manifesto tahun 1971 menyatakan:

Feminisme radikal memandang bahwa penindasan terhadap kaum perempuan merupakan suatu bentuk penindasan politik yang mendasar; kaum perempuan dianggap sebagai suatu kelompok yang berkedudukan lebih rendah semata-mata karena jenis kelaminnya. Tujuan feminisme radikal adalah melakukan pengorganisasian secara politik untuk meruntuhkan sistem yang mengelompokkan warga masyarakat berdasarkan jenis kelamin ini.

Sebagai kelompok feminis radikal, kami menyadari, bahwa kami tengah melakukan pertarungan kekuatan dengan kaum laki­-laki, dan bahwa pelaku penindasan terhadap kaum perempuan adalah semua laki-laki yang mengidentifikasi diri sebagai makhluk yang unggul dan istimewa serta mengemban konsep keunggulan dan keistimewaan peran laki-laki….

Feminisme radikal atau feminisme ekstrem menganggap laki-laki sebagai penjahat, yang menggunakan kekuatannya untuk menarik manfaat dari kaum perempuan; mulai dari pemuasan ego, eksploitasi ekonomi dan domestik, dominasi seksual, hingga klan kekuasaan politik.

Walaupun sudah ada aliran dalam gerakan feminisme, istilah “feminisme” sendiri masih bersifat sangat subyektif dan sering digunakan secara sembarangan. Akibatnya, sering muncul kebingungan dan berbagai definisi tentang feminisme.

Di antara berbagai definisi feminisme yang berkembang pada saat ini adalah:

(1) Kelompok-kelompok yang berjuang untuk mengubah kedu­dukan kaum perempuan atau berbagai pemikiran tentang kaum perempuan, mendapatkan julukan kaum feminis.

(2) Sebuah doktrin yang menyerukan kesetaraan hak-hak sosial dan politik kaum perempuan dengan kaum laki-laki.

(3) Feminisme juga bermakna, segala upaya untuk membuat kaum perempuan mempunyai kesempatan dan hak-hak istimewa sebagaimana yang diberikan masyarakat kepada kaum laki-laki, atau penegasan tentang adanya nilai-nilai keperempuanan yang spesifik, yang berbeda dengan anggapan negatif kaum laki-laki selama ini. Sekalipun tidak berarti bahwa kedudukan perempuan harus bersifat eksklusif, ada kecenderungan kuat untuk membuat demikian. Persoalannya adalah: apakah kaum perempuan seperti laki-laki atau tidak.

(4) Kaum feminis tidak berjuang hanya untuk menghapuskan hak-hak istimewa kaum laki-laki, tetapi juga menghilangkan perbedaan jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin di antara manusia semestinya tidak menjadi permasalahan lagi. Konsep keluarga biologis yang tidak adil harus dipatahkan, demikian pula konsep kekuatan psikologis yang selama ini menjadi dalih superioritas kaum laki-laki.

Pandangan ‘Hina’ Berbagai Peradaban Terhadap Perempuan

Perempuan menurut doktrin berbagai peradaban—selain Islam—sejak dari awalnya memang dipandang tidak lebih sebagai komoditas, alat pemuas nafsu yang diperjualbelikan secara murahan. Sebagai contoh, dalam doktrin peradaban Yunani, menurut penuturan Prof. Will Durant:

Di Roma, hanya kaum lelaki saja yang memiliki hak-hak di depan hukum pada masa-masa awal negara Republik. Kaum lelaki saja yang berhak membeli, memiliki, atau menjual sesuatu, atau membuat perjanjian bisnis. Bahkan mas kawin istrinya—pada masa-masa tersebut—menjadi miliknya pribadi….Proses kelahiran menjadi suatu perkara yang mendebarkan di Roma. Jika anak yang dilahirkan dalam keadaan cacat atau berjenis kelamin perempuan, sang ayah diperbolehkan oleh adat untuk membunuhnya.

Bahkan para filosof Yunani sendiri pun menyamakan perempuan dengan para budak yang hina dan ‘patut’ ditindas. Aristoteles mengatakan:

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa menurut hukum alam, harus ada unsur yang secara alamiah memerintah dan harus ada unsur yang secara alamiah diperintah….Kekuasaan orang-orang yang bebas terhadap para budak adalah salah satu bentuk hukum alam; demikian pula kekuasaan kaum lelaki atas kaum perempuan….

Orang-orang Yunani juga memposisikan kaum perempuan pada kasta ketiga (kasta yang paling bawah) dari masyarakat. Apabila seorang perempuan melahirkan anak yang cacat, biasanya ia akan dihukum mati. Masyarakat Sparta, yang dikenal sebagai kelom­pok elit, memberlakukan hukuman mati bagi seorang perempuan yang tidak lagi mampu mengasuh anak. Orang-orang Sparta juga biasa mengambil kaum perempuan dari suaminya untuk dihamili oleh laki-laki yang “pemberani dan perkasa” dari masyarakat lain.

Pandangan yang lebih menghinakan lagi dapat kita dapati dalam peradaban Yahudi. Kaum Yahudi ortodoks yang mempelajari ajaran klasik Yahudi akan mendapati, bahwa ada di antara ajaran dan aturan Yahudi yang menindas kaum perempuan. Talmud, sebuah kitab yang berisi aturan-aturan dalam kehidupan pribadi dan peribadatan menyatakan: Mustahil ada sebuah dunia yang tanpa keberadaan kaum lelaki dan perempuan. Namun demikian, berbahagialah orang-orang yang mempunyai anak laki-laki, dan celakalah orang-orang yang mempunyai anak perempuan.

Pandangan yang tak jauh berbeda juga dilontarkan oleh peradaban Hindu. Sebuah buku yang berisi aturan-aturan keagamaan Sansekerta kuno, Draramasastra, memuat satu bab tentang “kedudukan klan kewajiban agama kaum perempuan” atau stridharmapaddhati. Pengarang (atau lebih tepatnya penyusun) buku ini, Tryambaka, adalah seorang pandit (pendeta) ortodoks yang tinggal di Thanjavur, yang sekarang terletak di bagian selatan negara bagian Tamil Nadu, India. Aturan tentang kaum perempuan dalam buku tersebut secara umum menempatkan kaum perempuan pada golongan warga negara kelas dua. Sebagai contoh, seorang istri tidak mempunyai hak atas harta kekayaan suaminya. Harta kekayaan yang dimiliki bersama oleh suami dan istri hanya boleh dikeluarkan oleh sang suami; boleh dikeluarkan oleh istri, tetapi harus seizin suaminya. Ada tiga pesan yang dapat diambil dari buku Pandit Tryambaka ini. Pertama: seorang istri tidak perlu memperhatikan kehidupan pribadinya. Kedua: seorang istri bahkan harus rela untuk dijual apabila suaminya menghendaki. Ketiga: kepatuhan kepada suaminya harus diutamakan ketimbang kewajiban-kewajiban lainnya, termasuk kewajiban-kewajiban agama sekalipun.

Agama Nasrani pun tak luput dalam melecehkan perempuan. Menurut Encyclopedia Britannica, “Sejak awal, lembaga gereja telah menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang amat rendah.”

Barat pun ‘Melecehkan’ Perempuan

Saat ini, di Barat ketika kaum perempuan merasa bertanggung jawab atas segala urusannya sendiri, apakah mereka telah mencapai puncak kesetaraan jender? Apakah “perempuan baru” yang ada di Barat telah mampu membebaskan diri sepenuhnya dari berbagai penindasan sebagaimana yang mereka perjuangkan? Apakah kemunculan gerakan “pembebasan” mereka itu menandakan datangnya kehidupan dunia yang baru dan lebih bermoral? Apakah gerakan “pembebasan” itu telah mampu mewujudkan emansipasi kaum perempuan yang hakiki, dan membebaskan mereka dari ketidakadilan?

Menurut mereka (kaum feminis), jawaban yang diberikan pastilah, “Ya.” Namun, sayangnya kita terpaksa menjawab, “Tidak!”

Mereka mengklaim telah mempunyai peradaban modern dan beradab. Namun sejatinya, peradaban mereka penuh dengan nuansa bar-bar dan kembali pada kebodohan. Tingginya angka pembunuhan bayi, prostitusi, pemerkosaan, perceraian, dan single parent (yang paling umum adalah single mother) adalah menjadi pertanda bahwa adat kebiasaan mereka sama dengan adat kebiasaan yang dipraktikkan oleh “bangsa-bangsa biadab” Romawi Kuno, Persia, Arab Jahiliah, dan Yahudi.

Salah satu fakta yang menunjukkan bagaimana di mata Barat perempuan sangat dilecehkan adalah kasus aborsi. Pada abad modern ini, di Barat, membunuh bayi perempuan tidak berdosa yang baru lahir boleh jadi sangat jarang kita temui. Akan tetapi, menggugurkan mereka ketika masih berbentuk janin, kemudian mengeluarkan jasad mereka dari rahim dalam keadaan terpotong-potong seperti sampah, semakin umum dilihat dan dipraktikkan. Teknik aborsi yang terbaru, yang diberi nama “partial birth-abortion”, dilakukan dengan mengeluarkan janin dari dalam rahim sepotong demi sepotong sehingga tinggal kepala bayi yang masih tersisa di dalam rahim. Kemudian para praktisi aborsi (apakah orang-orang seperti ini layak diberi gelar dokter?), melubangi tengkorak bayi dengan sebuah alat yang taham, memasukkan kateter ke dalamnya, dan menyedot otak bayi sampai habis. Setelah isinya disedot habis, maka kepala bayi berikut sisa-sisa tubuh lainnya dapat dikeluarkan semuanya dengan mudah. Inikah sebuah peradaban modern yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan?

Fakta kedua tentang pelecehan Barat terhadap perempuan adalah industri pornografi. Pesatnya pertumbuhan industri pornografi sejak tahun 1950-an, sekali lagi, dipandang mencerminkan kemajuan “kesetaraan jender” di Barat. Dunia pornografi sama sekali tidak mem­pertimbangkan kaum perempuan sebagai manusia yang mempunyai perasaan dan kebutuhan, namun hanya sekadar sebagai komoditas yang layak dimanfaatkan dan segera disingkirkan apabila tak lagi dapat dijual. Kaum perempuan diyakinkan bahwa dengan menjual tubuh, mereka akan mampu meraih “keseta­raan”. Padahal kenyataannya, kaum perempuan hanya menjadi obyek kaum laki-laki yang memanfaatkan kedok “kesetaraan” untuk dapat mengeksploitasi kaum perempuan semata-mata demi kepentingan hawa nafsu mereka dan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.

Pada tahun 1980-an, sebuah “langkah maju” dalam hal manipulasi perempuan kembali terjadi. Sheila Jeffreys, seorang feminis, menulis:

Kaum perempuan telah diberitahu oleh para pengusung ide kebebasan, bahwa karena sekarang kaum perempuan telah “setara” dengan kaum laki-laki, maka tidak ada salahnya kaum perempuan ikut menikmati pornografi. Ideologi ini justru telah menggagalkan gerakan emansipasi perempuan, bukan mendukungnya. Gagasan untuk menjual produk-produk pornografi kepada kaum perempuan sejak tahun 1980-an telah menjadi sebuah strategi yang canggih dan efektif dalam memperkuat kekuasaan kaum laki-laki. [Gus Uwik]

Read More......

Identitas tamuku yang online

IP